(+62 231) 8301548 isif@isif.ac.id

Oleh: Marzuki Wahid (Rektor ISIF)

ISIF CIREBON – Awalnya, saya tidak akan menulis apa yang saya lakukan di sini. Saya akan fokus pada tugas saya melayani jamaah haji Lansia dengan penuh kasih sayang.

Akan tetapi, pengalaman berharga ini sayang sekali jika menguap begitu saja, tanpa jejak digital, dan disebarkan untuk kemanfaatan banyak orang.

Akhirnya di tengah rehat saya di kamar, saya coba tulis apa yang saya ingat. Semoga tulisan empiris ini bermanfaat bagi teman-teman, baik yang sedang jadi petugas haji, jamaah haji, maupun yang akan jadi jamaah haji, atau petugas haji kelak.

Bahwa ibadah haji itu kompleks dan totalitas. Ibadah haji itu menyatunya antara kemampuan fisik, finansial, mental, dan spiritual. Sinerginya antara jamaah, petugas, KBIHU, dan pemerintah. Tanpa sinergitas, kolaborasi, dan integrasi ini sulit terwujudnya penyelenggaraan haji yang ramah bagi siapapun.

Kebetulan musim haji tahun 2023 ini adalah 30% nya adalah Lansia, yakni seseorang yang berusia di atas 65 tahun. Sungguh ini tantangan tersendiri. Tentu dibutuhkan pendekatan, strategi, dan cara-cara yang ramah bagi seluruh jamaah haji, terutama jamaah haji Lansia.

Tulisan ini bercerita tentang pengalaman itu. Sengaja ditulis dan dibagikan di sini, agar terdokumentasikan dan terekam secara digital.

Ini Cerita Saya

15 hari berlalu tugas saya. Antara senang, bangga, kuatir, dan cemas campur aduk. Tidak hanya dalam perasaan dan tangan-tangan, tetapi juga dalam tindakan nyata.

Kenapa? Mungkin karena harapan dan semangat membara untuk melayani secara prima jamaah haji Lansia menghadapi kenyataan di lapangan yang tidak mudah. Ini terjadi hampir di setiap momentum.

Mungkin juga disebabkan oleh karena tugas ini adalah kali pertama saya lakukan di dalam ritual haji, juga kali pertama saya melayani Lansia dengan berbagai jenis dan karakter.

Tahun 2013, sepuluh tahun yang lalu, memang saya pernah bertugas sebagai TPIHI (Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia), tetapi hanya satu Kloter saja yang berjumlah sekitar 450 orang. Lah, sekarang ini kami harus menangani semua Kloter jamaah haji dari berbagai provinisi dengan komposisi suku, adat, dan bahasa yang berbeda, yang berjumlah sekitar 228 ribu orang.

Berdasarkan data Siskohat (Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu) per 23 Maret 2023, terdapat 66.943 jamaah haji Indonesia Lansia dengan usia 65 tahun ke atas. Artinya sekitar 30% dari total jamaah haji tahun 2023 adalah Lansia. Atau, 1 dari 3 jamaah haji Indonesia tahun 2023 adalah Lansia.

Rinciannya adalah jamaah haji yang berusia di atas 95 tahun berjumlah 555 orang (0,8%), yang berusia 85-94 tahun berjumlah 7.680 orang (11,5%), yang berusia 75-84 tahun berjumlah 12.912 orang (19,3% ), dan yang berusia 65-74 tahun berjumlah 45.796 orang (68,4%).

Saya tidak memiliki data yang pasti, tapi dari pengalaman yang saya layani, kebanyakan Lansia ini berjenis kelamin perempuan. Tidak selaras dengan data BPS tahun 2020, dari 26,82 juta Lansia yang berjenis kelamin perempuan 52,95%, sedangkan Lansia laki-laki 47,05%.

Lansia laki-laki pada umumnya masih berstatus menikah, sementara rerata perempuan Lansia sudah menjanda, baik karena ditinggal mati suaminya atau bercerai sebelumnya.

Data BPS 2020 menyebutkan rerata Lansia baik laki-laki maupun perempuan hanya bersekolah sampai kelas 5 SD atau sederajat.

Dari jumlah total Lansia, yang sakit mencapai seperempatnya (24,35%). Artinya 1 dari 4 Lansia mengalami sakit dengan berbagai jenisnya.

Dari data-data ini sudah terbayang bagaimana besarnya tantangan petugas haji, baik petugas Kloter maupun non-Kloter yang berada di Arab Saudi (Jeddah, Mekah, Bir Ali, dan Madinah), dalam melayani jamaah haji Lansia.

Sebelum saya bercerita pengalaman saya dalam melayani jamaah haji Lansia tahun ini selama 15 hari di Mekah dan Madinah, saya ingin mengurangi kondisi jamaah haji Lansia ini.

Pertama, Lansia yang mandiri. Jamaah haji ini meskipun Lansia tetapi masih bisa mengatur dirinya secara mandiri tanpa bantuan orang lain. Panca indera dan fisiknya masih sehat dan berfungsi dengan baik.

Kedua, Lansia yang sakit. 24,35% Lansia mengalami sakit dengan berbagai jenisnya, sehingga membutuhkan penanganan khusus. Sakit di sini bisa sakit fisik atau mental. Sakit fisik misalnya jantung, paru-paru, diabetes, dll. Sakit jiwa misalnya dimensi, dll (saya tidak paham istilah-istilah medisnya). Memperlakukan mereka harus disesuaikan dengan kondisi dan jenis penyakitnya.

Terhadap haji Lansia yang sakit ini dibagi menjadi jamaah dua. Ada keluarga yang mendampinginya, dan banyak Lansia sakit yang tidak memiliki pendamping selama menunaikan ibadah haji.

Ketiga, Lansia yang berkebutuhan khusus. Terdapat Lansia yang tidak bisa berjalan sama sekali, bisa berjalan tapi tidak kuat lama, tidak bisa melihat sama sekali, bisa melihat tapi kabur, tidak bisa dan sulit untuk mendengar, dan lainnya. Pada Lansia jenis ini dibutuhkan alat-alat atau media dan penanganan secara khusus.

Terhadap haji Lansia berkebutuhan khusus pun dibagi menjadi jamaah dua. Ada keluarga yang mendampinginya, dan banyak Lansia berkebutuhan khusus yang tidak memiliki pendamping selama menunaikan ibadah haji.

Dari sisi alat atau media yang dibutuhkan, jamaah haji berkebutuhan khusus ini dibagi menjadi dua. Ada yang membawa kursi roda sendiri dari Tanah Air, dan ada yang tidak memiliki kursi roda sendiri.

Inilah kondisi jamaah haji Indonesia tahun 2023. Oleh karena itu, Kementerian Agama menetapkan tema haji tahun ini adalah Layanan Haji Ramah Lansia.

Sebagai komitmen atas layanan haji ramah Lansia ini, Kementerian Agama pada tahun 2023 ini menambah ratusan pasukan Petugas Haji yang khusus untuk melayani jamaah haji Lansia ini, baik petugas Kloter maupun non-Kloter.

Tugas mereka ada yang menjadi anggota samai jamaah haji di Kloter, mulai dari Tanah Air, embarkasi, bandara, selama di pesawat, hingga menyelesaikan seluruh rangkaian ibadah haji dan umrah.

Ada juga petugas yang di luar Kloter yang melayani mereka sejak di embarkasi, bandara di Tanah Air, bandara Jeddah atau Madinah, selama di Madinah, selama di Mekah di tempat thawaf, sa’i, wukuf di Arafah, mabit di muzdalifah, mabit di Mina, di Jamarat, hingga di penginapan.

Semuanya bersemangatkan Pelayanan Haji Ramah Lansia, Sehat, Mabrur, dan Barokah. []