(+62 231) 8301548 isif@isif.ac.id

Pemilu 2024 Menentukan Nasib Manusia Indonesia

Oleh: Marzuki Wahid (Rektor ISIF)

ISIF CIREBON – Dalam Webinar bertajuk “Pemilu Perspektif Interfaith, Cerdas Memilih Demi Masa Depan Bangsa” pada 9 Februari 2024 lalu, saya menyampaikan beberapa poin. Di antaranya adalah sebagai berikut.

Pemilu 2024 sungguh sangat penting. Peristiwa 5 tahun sekali itu adalah titik pijak masa depan Indonesia. Tidak saja akan berdampak pada nasib masa depan manusia Indonesia yang berbineka, tetapi juga berpengaruh pada pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam Indonesia yang melimpah.

Kesalahan menusukkan paku pada kertas suara di bilik TPS akan membelokkan atau menjerumuskan arah masa depan Indonesia.

Oleh karena itu, dalam Islam memilih pemimpin, baik untuk pemimpin lembaga eksekutif maupun legislatif, hukumnya wajib kifa’iy.

ونصب الإمام من أتم مصالح المسلمين، وأعظم مقاصد الدين. ومن أجلها أجمع العلماء على أن ذلك من الواجبات الكفائية التي إذا قام به أهلها سقط طلبها عن الباقين

“Mengangkat pemimpin adalah termasuk instrumen terpenting bagi kemasalahatan umat Islam dan perwujudan tujuan terbesar agama. Oleh karena itu, para ulama sepakat bahwa memilih pemimpin adalah kewajiban kolektif. Jika telah ditunaikan, maka yang lain terbebas dari kewajiban tersebut.”

Dalam konteks ini, Imam al-Ghazali dalam Kitab Ihya’ ‘Ulum al-Din berargumentasi:

الملك والدين توأمان. فالدين أصل والسلطان حارس ، وما لا أصل له فمهدوم ، وما لا حارس له فضائع

“Kekuasaan dan agama (ibarat) saudara kembar. Agama adalah landasan (fondamen). Pemerintah (negara) adalah penjaga. Sesuatu yang tidak memiliki landasan, maka akan tumbang. Sesuatu yang tidak memiliki penjaga, maka akan hilang (sia-sia).”

Dalam Kitab al-Iqtishad fi al-I’tiqad, Imam al-Ghazali juga berargumentasi:

والسلطان ضروري في نظام الدين ونظام الدنيا، ونظام الدنيا ضروري في نظام الدين، ونظام الدين ضروري للفوز بسعادة الآخرة، وهو مقصود الأنبياء قطعاً. فكان وجوب الإمام من ضروريات الشرع الذي لا سبيل إلى تركه.

“Pemerintah itu sangat penting untuk menjamin pelaksanaan agama dan pengelolaan dunia. Pengelolaan dunia sangat penting untuk menjamin pelaksanaan agama. Pelaksanaan agama sangat penting untuk memperoleh kebahagiaan akhirat. Inilah tujuan yang pasti dari seluruh Nabi hadir. Oleh karena itu, kewajiban adanya pemimpin termasuk urusan primer dalam agama yang tidak bisa ditinggalkan.”

Sementara Ibn Taimiyyah dalam Kitab al-Siyasah al-Syar’iyyah menegaskan:

يجب أن يُعرف أن ولاية أمر الناس من أعظم واجبات الدين بل لا قيام للدين إلا بها

“Perlu diketahui bahwa kekuasaan (negara) merupakan salah satu kewajiban terbesar agama, yang tanpanya agama tidak akan tegak.”

Adapun terkait pentingnya pemimpin, Imam al-Mawardi dalam Kitab al-Ahkam al-Sulthaniyyah menyatakan,

ألإمامة موضوعة لخلافة النبوّة فى حراسة الدين وسياسة الدنيا

“Kepemimpinan dibentuk untuk meneruskan misi kenabian (profetik) dalam menjaga agama dan mengatur dunia”

Misi kenabian menurut Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah dalam Kitab al-Thuruq al-Hukmiyyah adalah menegakkan keadilan bagi seluruh umat manusia, sebagaimana tegaknya langit dan bumi untuk semua makhluk Tuhan.

فإن الله سبحانه أرسل رسله وأنزل كتبه ليقوم الناس بالقسط وهو العدل الذي قامت به الأرض والسموات فإذا ظهرت أمارات العدل وأسفر وجهه بأي طريق كان فثم شرع الله ودينه. أن مقصوده إقامة العدل بين عباده وقيام الناس بالقسط فأي طريق استخرج بها العدل والقسط فهي من الدين وليست مخالفة له.

“Sesungguhnya Allah SWT mengutus rasul-rasul-Nya dan menurunkan kitab-kitab-Nya agar manusia dapat menegakkan keadilan, yaitu keadilan yang mana bumi dan langit tegak. Jika perangkat keadilan tampak dan terwujud dalam bentuk apapun, maka di situlah syariat Allah dan agama-Nya. Tujuan-Nya adalah untuk menegakkan keadilan di antara hamba-hamba-Nya dan kehidupan manusia dengan adil. Segala cara untuk mencapai keadilan adalah bagian dari agama dan tidak bertentangan dengan agama.”

Sangat jelas, Pemilu akan bermakna secara teologis dan penting bagi kemanusiaan apabila dilakukan sebagai instrumen untuk menegakkan keadilan bagi seluruh umat manusia melalui pemimpin yang kita pilih.

Sebaliknya, Pemilu menjadi tidak bermakna dan tidak penting sama sekali secara teologis — bagi kontestan dan pemilih– apabila dilakukan semata-mata karena kekuasaan yang mereka rebut dan politik transaksional yang mereka peroleh atau janjikan.

Kepemimpinan dalam Islam identik dengan keadilan. Kepemimpinan membawa misi profetik, menegakkan keadilan, kemaslahatan, dan membebaskan umat manusia dari ketertindasan dan ketimpangan. Pemimpin yang baik seharusnya mampu melakukan dan mewujudkan misi profetik ini.

Dalam konteks ini, Ibn Taimiyah menyatakan:

إنَّ الله يُقيم الدولة العادلة وإن كانت كافرة ، ولا يُقيم الدولة الظالمة وإن كانت مسلمة

“Sesungguhnya Allah akan menegakkan negara yang adil meskipun (dipimpin oleh pemimpin atau berdasarkan) non Islam. (Sebaliknya) Allah tidak akan menegakkan negara dzalim (korup, otoriter, tiran) meskipun (dipimpin oleh pemimpin atau berdasarkan) Islam.”

Dengan demikian, dalam Pemilu 2024 ini pilihlah pemimpin dan wakil rakyat yang bisa menyelamatkan masa depan manusia Indonesia dan seluruh sumber daya alam yang terkandung di dalamnya. Jangan memilih seseorang karena mereka menyuap kita atas nama apapun, karena janji-janji muluk yang belum pasti terealisasi, karena paksaan yang kita tidak bisa menghindarinya, karena intimidasi yang sangat halus dengan dalih agama dan playing victim, dan apalagi teror yang jelas-jelas mencerabut kebebasan kita.

Dalam bilik yang personal itu, pilihlah pemimpin dan wakil rakyat yang sesuai dengan kriteria ulama Nahdlatul Ulama (NU) dalam mengimajinasikan bangsa terbaik (mabadi’ khaira ummah), yaitu seorang pemimpin atau wakil rakyat yang jujur (الصدق) tidak korup, terpercaya dan terbukti memenuhi janji (الامانة والوفاء بالعهد), bersikap adil dan berprinsip keadilan (العدالة), melayani, menolong, dan memberdayakan (التعاون), dan konsisten (الاستقامة) tegak lurus dalam keadilan dan kemaslahatan.

Siapa mereka? إستفت قلبك (mintalah fatwa pada hati nuranimu)!

KUPI II: Pembiaran Sampah yang Merusak Kelestarian Lingkungan dan Mengancam Keselamatan Manusia Adalah Haram

ISIF CIREBON – Hasil Musyawarah Keagamaan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II resmi menetapkan bahwa hukum melakukan pembiaran sampah yang merusak kelestarian lingkungan dan mengancam keselamatan manusia, terutama perempuan, adalah haram.

Keharaman membiarkan sampah yang tidak dikelola dengan tepat itu akan berdampak serius pada kerusakan lingkungan dan mengancam kehidupan manusia. Baik pada perempuan, seperti dapat menyebabkan kemandulan dan keguguran. Maupun pada laki-laki yang menyebabkan impotensi, dan kepada anak yang menyebabkan pertumbuhan stunting.

Meskipun Indonesia telah memiliki UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan UU Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Namun permasalahan sampah masih belum teratasi dengan baik, dan masih mengancam keberlanjutan lingkungan dan keselamatan manusia, terutama perempuan.

Oleh sebab itu, Musyawarah Keagamaan KUPI memutuskan sikap keagamaan dan pandangan bahwa pertama, hukum melakukan pembiaran sampah yang merusak kelestarian lingkungan dan mengancam keselamatan manusia, terutama perempuan, adalah haram.

Kedua, hukum membangun infrastruktur politik, sosial, ekonomi, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang mendukung pengelolaan sampah untuk keberlangsungan lingkungan hidup dan keselamatan perempuan adalah wajib bagi yang memiliki wewenang, yaitu pemimpin dan para pemegang kebijakan dengan semua fasilitas yang dimiliki.

Ketiga, semua pihak, baik individu, keluarga, masyarakat, pemerintah maupun korporasi, wajib mengurangi dan mengelola sampah, sesuai kemampuan dan kewenangan masing-masing, serta membangun kesadaran warga tentang bahaya sampah yang tidak dikelola dan tata cara pengelolaannya, baik dengan cara sederhana maupun dengan penggunaan teknologi maju yang berwawasan lingkungan.

Perintah Menjaga Lingkungan Dalam Al-Qur’an

Di dalam surat ar-Rum ayat 41, secara eksplisit al-Qur’an menegaskan bahwa kerusakan lingkungan hidup adalah bersumber dari aktivitas manusia. Allah SWT akan membuat manusia merasakan akibat perbuatannya itu, agar mereka kembali ke jalan yang benar (QS. ar-Rum 30: 41).

Ayat tersebut menunjukkan larangan membuat kerusakan lingkungan hidup yang digambarkan dengan kerusakan di darat dan laut dan manusia diseru agar menghentikan aktivitasnya yang merusak itu. Alih-alih merusak, manusia sebagai khalifah fil ardl harus merawat dan melestarikan lingkungan yang sehat (QS. al-Baqarah 2 : 30).

Demikian pula sunnah Nabi SAW menegaskan, bahwa semua manusia adalah pemimpin dalam hidupnya dan harus mempertanggungjawabkan aktivitasnya. []